Semua dimulai ketika seorang temen nanya gimana ceritanya orang baik yang bekerja keras itu bisa kalah sama orang curang yang pake jalan pintas. Waktu itu dia baru aja dirundung malang: ditipu di urusan bisnis, which costed him his hard-earned liquid wealth in the process. Dari situ dia ngebandingin kegagalannya sama kemewahan yang berhasil dinikmatin sama koruptor yang somehow belakangan ini sering muncul di tivi. Singkatnya, dia terus nanya (sambil becanda), apakah dia sebaiknya curang aja juga, demi ngedapetin kemudahan dalam hidup?
Just about right there, he committed a flagrant error for making such naive statement. He saw himself as the one outcompeted. Good news is, he never was. Dia, kayak kebanyakan orang, salahnya terletak di caranya ngenilai orang lain. Yang dinilai (sayangnya) cuma didasarin dari yang keliatan dia punya aja. Yang ga keliatan kayak hati dan kasihnya, ga ikut kenilai.